Ya Tuhan, entah harus pada siapa lagi aku menunjukan
semuanya. Air mata yang biasanya mau ‘mewakili’ aku pun, sekarang sudah lelah
untuk sedikit saja membasahi perasaan kering yang aku miliki.
Sekarang.. Saat semua ini terjadi.. Hanya ada luka dalam,
yang kering.
Takkan pernah ada yang peduli.
Sakit batin.
Memar sanubari.
Dunia yang dulu berkilau seperti kekatamu yang
menenangkan itu..
Dunia yang sekarang hancur seperti sekaratku.
Aku masih sanggup melihat duniaku bergegas.
Aku juga sanggup melihat duniaku berlari.
Namun saat dia menemukan tempat ternyamannya lagi?
Saat dia memeluk tempat terkasihnya ini?
Memperjuangkan cinta kasih dibalik semua sepi batin ini?
Kau fikir, sayang..
Ini dunia bukan surga.
Tawa memang nyata tapi diatas dosa.
Bahagiaku diatas tangisnya.
Dan tangisku dibawah bahagianya.
Dan bahkan bodohku terulang lagi.
Aku mencaci Tuhanku, atas semuanya yang terlalu adil
ini..
Sekarang akulah bayangan masa silam dibalik pipi indah
itu.
Aku sorot hitam dibalik mata cantik itu.
Aku sosok kejam dibalik senyum itu.
Saat keegoisan dan ketulusan bukan lagi sebuah pilihan.
Saat kasih sayang dan doa hanya penghias khayalan
angkasa.
Haruskah disini aku masih berperan sebagai protagonis?
Saat duniaku penuh oleh antagonis?
Bulan memang selalu sabar menjadi pantulan matahari saat
malamnya datang.
Bagaimanapun dia menunjukan diri bahwa dia ada,
Siangnya tak mau memandang tak harus meradang.
Siangnya hanya peduli pada mentari.
Hingga bulan tahu diri...
Lalu pergi.
LDS
Silent night.
LDS
Silent night.