Rabu, 04 November 2015

Ingatan Kesalahan.

Mengingat kesalahan orang yang kita sayangi memang tak pernah ada yang menyenangkan. Hati malah terasa sakit sendiri, bahkan air mata terkadang keluar tanpa minta permisi.

Namun bila ‘mengingat’ atau ‘diingat’ adalah masalah utamanya, mungkin segala sesuatunya takkan seberat ini. Karna yang terjadi adalah kita yang teringat. Teringat.

Teringat dalam detik-detik kesendirian . Teringat kesalahannya dalam hiruk-pikuk kekosongan rongga. Teringat akan segala sesuatu yang benar-benar menyesakkan.

Ketika perasaan kita masih setulus birunya awan diujung langit sana, ketika doa kita masih dalam tujuan yang sama, dan saat pelukan kita masih terbuka untuk sosok yang sama....................

Lalu semuanya dimulai, engkau hancurkan, dilumat habis oleh sesuatu yang ku tak tau apa namanya. Entah itu seonggok benci, atau mungkin dendam cinta yang sedari awal memang tak pernah tulus untukku.

Sakit, dan itu ku akui. Ketika hinaan turun dan ada yang ikut serta, bahkan saat diri kita selalu membelanya. Ketika diri dihabisi dan ia turun pula, bahkan saat diri kita selalu menyanjungnya.

Aku memakimu? Aku tak pernah tega menyakitimu dengan cara yang kusadari.
Aku menjatuhkanmu? Aku tak pernah mau melihatmu jatuh, terlebih karena aku.
Terlalu banyak kesalah-pahaman yang sudah turut campur dalam sakit hati tak berujung ini. Terlalu sulit mengembalikan pulih hati yang tak beralasan ini.

Aku manusia biasa. Bahkan setelah sakit hati abstrak ini, aku memang berfikir kau tak pernah tulus padaku. Salahkah aku, dengan pemikiran seperti ini?
Aku merasa tulusku tak berbalas. Aku merasa sayangku tak berbalas. Aku merasa semuanya tak beralas.
Dengan semua yang terjadi ini, pantaskah engkau yang masih selalu kusebut dalam doa? “

Dan pemikiran beberapa bulan yang lalu ini kembali memenuhi benakku. Diingat tanpa kehendak, atau yang lazim disebut; teringat.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut terjawab dengan jawaban yang senantiasa sama. Jawaban yang diucap oleh hati dan dimentahkan oleh akal.

Semua yang tak lagi sama menjadi bukti bahwa akal menang.
Namun doa yang tak kunjung padam menjadi bukti bahwa hati bukan pecundang.
Hati adalah bagian tertulus dalam diriku, dan aku tak mau memungkirinya.
Biarlah engkau menjadi elang yang bahkan mencabik habis dagingku. Makan aku. Dan aku akan tinggal selamanya dalam hatimu.

Aku memang bukan lagi perempuan yang ingin kau ingat. Aku bukan lagi perempuan yang membuatmu tertawa. Aku bukan bagian yang ini kau lihat. Aku bukan dia yang selalu ada.

Aku hanya sesosok perempuan yang tinggal jauh dalam titik beku. Yang selalu mendoakanmu dalam kelam. Yang meletakkan sesuatu dengan diam. Yang menyanjungmu dari kejauhan.

Biarlah Tuhan yang merubah fikiranku tentangmu.

Jika engkau memang untukku, segala sesuatu memang akan dipulihkan kembali. 
Namun bila tidak, sakit ini memang hanya untuk diriku sendiri.  


LDS~
Oktober.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar