Kisahku mungkin tak seindah gugusan bintang disana.. Namun pola abstraknya bahkan mengalahkan butiran sinar matahari di ambang laut.
Kisahku mungkin tak pernah berawal, namun pasti akan berakhir. Kisah yang membingungkan. Kisah ketidakpastian. Kisah tangis malam. Kisah kita.
Maaf, maksudku kisahku yang tak pernah beranjak dari telapak kakimu.
Kisah yang kuharap berakhir, segera.
Semua ini dimulai saat jiwaku berada di tengah biru awan. Keping harapan yang mulai mengulurkan tangan, meraih indahnya mentari di ujung langit sana.
Lalu bersama senja, menangisi mentari yang meredup di telan malam.
Saat sendiri dan dingin, ia pergi ke tempat lain bersama perasaannya yang sunyi. Bersinar dengan cerita baru. Dengan biru yang tak pernah berlalu. Si awan cantik yang terpaku di tengah gersang bumi.
Aku yang meminta ia mendekat, namun akulah yang berlari. Aku yang bersumpah, aku pula yang sekarat. Aku yang mencinta, aku pula yang berteriak.
Mauku apa? Mau hati ini apa? Mau takdir ini bagaimana?
Aku tak pernah menyayangimu! Ingat itu!
Hatikulah yang memelukmu. Hatiku yang menyayangimu saat aku bahkan tak sudi melirikmu.
Jiwaku melihatmu sebagai suatu kekaguman yang tak pernah pudar, namun hatiku melihatmu sebagai sosok luar biasa diantara ribuan kesakitan.
Aku bisa mengalahkan hati. Aku pernah mengalahkannya! Namun semua hanya menjadi beberapa minggu yang luar biasa. Jiwaku kalah lagi. Saat menyadari bukan aku yang kau inginkan, hatiku sakit lagi. Hati ini sakit, bahkan saat jiwaku bahagia; kau menemukan sosok yang bisa kau capai.
Gila macam apa ini?
Ya, aku memang perempuan gila.
Berdiri di atas hati berdarah bersama hujan selamanya.
Logika yang masih bisa berjalan, bahkan iba dengan hatiku yang mengemis ingin merangkulnya. Lelah bersama hati bebal, yang terlalu bodoh merindunya.
Hujan waktu lalu.
Hati ini tersambar ujung kilat, dan pecah bertebaran ke sudut-sudut mata.
Perih menahan pecahan hati yang terciprat, lalu menangis sekarat.
Jiwaku puas tertawa.
Hati yang bodoh memang pantas mendapatkannya.
Aku melarikan diri bersama sunyi, di saat kau menungguku dengan tanganmu yang terbuka. Tangan tulus yang hanya menginginkan perdamaian denganku. Aku tau itu. Aku tau.
Namun maaf.. Hati ini ingin berhenti, saat jiwaku menyambut perdamaian itu. Dia ingin berhenti, sehingga ia berlari. Meninggalkan kebingungan dan kemuakkan yang memenuhi fikiran tenangmu itu. Meninggalkan tanda tanya besar yang bahkan tau keliru..
Ketika suatu kemasuk-akalan suatu cerita dianggap kebohongan oleh hatiku? semua ini mungkin terjadi.
Aku bahkan tak mau memecah keheningan ini, karna aku tau jiwaku yang damai denganmu akan membuat hatiku sakit lagi.
Aku diam karna aku tak mau kisah ini memanjang lagi. Aku ingin berhenti.
Aku tau bukan aku yang kau ingikan, jadi berhentilah bicara. Semua perkataanmu akan dianggap kebohongan oleh hatiku. Dan aku tak mau itu.
Kini aku takkan pernah lagi menyalahkanmu saat jarak ini kembali memisahkan kita.
Aku tau kita takkan pernah baik-baik saja.
Jadi, berlarilah...
Berlarilah dengan arah yang berlawanan denganku.
Aku harap kita takkan bertemu lagi sebelum hati ini menemukan penggantinya.
Aku takkan pernah menahanmu lagi saat engkau hendak menghindar.
Aku takkan pernah menyapamu lagi saat kita bertemu pandang.
Jika dulu aku yang sekarat, kini akulah yang menginginkan jarak.
Inilah jalan Tuhan..
Akulah kelam dalam kabut di belakangmu. Songsonglah awan terang di depanmu.
Sambut dia, dan aku tau kisahku berakhir disini.
Sampai disini.
Desember, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar