Jumat, 06 Maret 2015

Langit Jingga Senja Itu~

Lihatlah rona merah diujung langit sana. Aku tengah memandangnya sendirian di ujung derita dan air mata. Maaf! Bukan derita maksud hatiku, hanya luka kecil. Ya luka kecil. Luka kecil yang kunamakan rindu.

Aku masih bisa bersyukur memandang langit merah hari itu. Dia masih mau menyapaku lewat tulisan singkat. Berbeda dengan sosok sebelum ini yang bahkan tak mau terlihatnya.
Aku bersyukur masih bisa melihat senyuman bahagianya bersama teman-temannya. Masih bersyukur melihat sosok tinggi tegapnya dari jauh. Masih bersyukur bisa mengarahkan mata lensa kearahnya. Potretnya yang sedang terbahak bahkan saat datarnya. Aku bahagia bisa melakukan hal-hal kecil itu.

Aku terbang pada detik-detik masa lalu. Detik saat bahkan sudah dini hari dan aku masih bergulat dengan air mata. Air mata sakit hati, air mata sesak, air mata luka mengingatnya semakin angkuh dan berubah. Tapi Tuhan memang adil......

Air mata sesak itu kini hanya sekedar masa lalu saat aku belum terbiasa.
Kini aku sudah tangguh. Aku terbiasa dan aku menikmati semua ini. Cukup kau mau membalas pesan singkat ku pun, sudah sangat amat cukup. Aku bersyukur dengan semuanya.

Dan langit merah senja ini masih ada dipelupuk mataku. Senyum dariku mengembang sebelum aku menutup pintu. Dan sosokmu tiba-tiba samar di depan mataku. Sosok yang kusayangi. Sosok inspirasi. Sosok kagumku. Kau temanku.

“Terima kasih.” Kataku sambil menutup pintu, seiringnya sosok itu mulai berbaur dengan langit merah jingga senja ini. “Terima kasih mau mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan kecil saat mata ini menemukanmu.  Terima kasih sudah berhenti menoreh luka. Kau tetaplah disitu, jangan menjauh. Aku tengah merintis langkah demi langkah mundur. Biarkan waktu yang tersisa ini yang menyembuhkan separuh luka kemarin, Teman. J” Sambungku dalam hati, saat pintu itu sudah benar-benar rapat. Sangat rapat.

Biarkan waktu yang tersisa ini yang menyembuhkan separuh luka kemarin, Teman.
Biarkan waktu yang tersisa ini yang menyembuhkan separuh luka kemarin, Teman.
 Teman.


Between 2014 and 2015
LDS~
Crimson day. Crimson sky. Crimson life. Full of~




Senin, 02 Maret 2015

Keajaiban Natal..

Keajaiban Natal , akankah datang?

Silent night, Holly Night..

Malam Natal.

Bunyi lonceng dan bau kemenyan yang dibakar saat lampu gereja dipadamkan,sungguh khas menyentuh hati. Ditambah lagi lagu pujian Malam Kudus yang menghias telinga sungguh merdu,menambah damai suasana hati.

Permohonan Natal.
Semua orang punya permohonan. Pasti. Begitupun aku.

Oke,lupakan dulu soalan ini. Aku hanya ingin bercerita tentang kehangatan perasaan Natal tahun lalu.

Tahun 2013. Ya, setahun yang lalu.
Natal di tahun ini sungguh-sungguh berarti. Natal tahun ini aku ditemani seseorang yang aku sayangi. Ya, dia temanku. Aku masih ingat saat aku dengan ‘keukeuh’nya mengajak orang tuaku beribadah  di sebuah gereja hanya karena dia yang mendapat tugas menjadi putera altar.
Saat itu aku memandanginya dari lantai 2, gereja. Sangat jelas sosoknya. Aku memandanginya bahagia dari atas, dan berkata dalam hati, ‘Permohonan Natalku tahun ini ya Tuhan. Aku menyayangi orang itu. Jaga dia selalu, kumohon.’

Natal taun lalu, ku kirim salam natal untuknya. Dia pun mengucapkan salam natal jua. Dilanjut candaan-candaan singkat yang memenuhi hati, dengan kebahagiaan. Oh please i miss how nice i could start some conversations with him. Now, yup i even dont know how to start ‘a conversation.’ My finger, brain, or tongue are always getting trapped to face him or to greet him. How sad i am .

Ya, Natal 2013 aku dihadiahi Tuhan seseorang yang sungguh berarti saat itu. Seseorang yang luar biasa dihidupku. Terima kasih Tuhan.


Natal 2014.

Orang itu masih ada? Tentu saja.
Hanya saja, dia sudah tak menghias hidupku se istimewa dulu. Begitupun aku, bahkan sosokku pun sudah  lama tak menghias hatinya. Mungkin juga sosokku sudah mulai memudar di hatinya. Hm, tentang itu entahlah.. Itu urusannya bukan urusanku lagi. Lagipula itu tak terlalu penting.

Adakah salam natal dariku? Tentu saja ada.
Namun salam dariku tak sepanjang dulu, tak seceria dulu. Salam singkat yang ku kirimkan juga kepada teman-temanku. Bukan hanya untuknya.
Untunglah dia mau membalas salam natal dariku. Aku bahagia dia mau membalas. Sangat bahagia, hingga harus menahan getir perbandingan.
Ya, tahun lalu dan tahun sekarang yang sungguh sungguh membuat sebuah perbandingan yang tak terpungkiri. Yang kadang membuatku mengeluh bahkan lupa bersyukur.Oh kumuhon ampuni aku ya Tuhan, sadarkan aku bahwa sebahagianya pun masa lalu, masa depan akan selalu lebih baik.

Perbandingan. Yaa, perbandingan yang kadang membuat lukaku terbuka lagi.

Salam natal balasan darinya. Yang bahkan hanya ku baca dari luar, dan langsung ku ‘akhiri obrolan’. Aku tak mampu melihat pesan itu terlalu lama. Pesan itu hanya akan mengingatkanku tentang ‘perbandingan.’ :’)


Kita kembali pada kehidupan sekarang. 2014. Natal 2014.
Aku tak lagi ‘keukeuh’ ke gereja itu. Hanya untuk berharap bertemu dengannya dalam suasana malam natal.

Aku beribadat di gereja dekat rumahku. Di lantai 2, dimana sisi altar, pohon, dan  kandang natal bisa terlihat seluruhnya olehku dari atas. Bunyi lonceng dan bau kemenyan yang dibakar saat lampu gereja dipadamkan,sungguh khas menyentuh hati. Ditambah lagi lagu pujian Malam Kudus yang menghias telinga sungguh merdu,menambah damai suasana hati.
Permohonan Natal.
Semua orang punya permohonan. Pasti. Begitupun aku. Dan permohonan natalku tahun ini adalah
“Kembalikan kebagiaanku Ya Tuhan. Dengan atau tanpa dia sekalipun.”
Karena aku tau jikapun ada kesempatan 0,99 % untuk dia kembali padaku, aku mungkin bahagia, tapi aku tak yakin dia akan bahagia denganku J Hanya keajaiban natal, bila Tuhan mengembalikan dia ke sisiku. Haruskah aku percaya dengan datangnya keajaiban Natal? :”) Tuhan punya rahasia-Nya sendiri. Keajaiban Natal-Nya sendiri J


Selamat Natal, Teman.
Berbahagialah, karena Tuhan selalu menjagamu. Damai Natal besertamu.



25 Desember 2014
LDS~



 
:')

Mengertilah. Maafkanlah. Percayalah.

Air mata tidak dapat dijadikan penebus kesalahan.
Kita yang pernah jauh, lalu pada akhirnya bertukar kabar lagi. Aku bahagia saat kau menyapaku sebagai temanku. Tapi perlu kau tau, walau aku menganggapmu sebagai temanku, perasaan itu tak akan pernah berubah sedikitpun.

Aku tau diri.
Aku memang masih menggenggam perasaan itu, tapi dengan kesetimbangan. Perasaan itu aku biarkan tetap tumbuh, tanpa menganggap kita akan bersama lagi. Tanpa menganggap kita akan rujuk lagi.
Apa perasaan itu salah? Toh logikaku tak pernah liar. Toh logikaku tak pernah sampai di titik fikiran bahwa kau mencintaiku lagi. Aku tidak pernah punya pemikiran seperti itu, tolong jangan berprangsangka apapun padaku..

Aku menyapamu tanpa nama.
Sengaja ku lakukan agar kau tak tau bahwa aku adalah dia. Dia yang merindukan candaan satu taun silam. Namun taukah kau? Aku melakukan itu tanpa anggapan bahwa kita akan bersama lagi. Bisakah kau mengerti sedikit saja?

Dunia yang bicara saat mereka melihat kita bahkan memancing titik sabarmu. Kau tak pernah mau jika dunia beranggapan lebih, bahkan saat anggapan itu hanya candaan. Aku menangkapnya,aku menangkap keinginan itu, dan aku sakit karenanya.
Aku ingin bertanya... Apakah rugi jikalau dunia hanya bercanda menganggap kita lebih? Apa kau malu? Atau apa? Aku belum menemukan jawaban itu teman. Kau tak pernah menjawab itu teman :’(

Aku sudah kena pukul telak. Kau yang melakukannya.
Aku tau bahwa waktu terus beranjak, meninggalkanmu yang dulu. Engkau yang pengertian saat masih jadi temanku. Engkau yang penuh senyum untuk semua orang, termasuk padaku.

Aku sekarang baru menyadari bahwa menyayangimu saja salah. Menyayangi tanpa berfikir kita akan bersama lagi pun salah. Menyanyangi sendirian, tanpa mengharap balasan saja salah.

Lukaku baru sembuh kemarin dan ternyata luka itu datang lagi. Aku hanya bisa minta maaf dengan perasaan bodoh ini.

Aku yakin setelah masalah kemarin kau akan mulai menjaga jarak lagi. Menjauh lagi. Dingin lagi.
Tapi ku mohon jangan.... Aku hanya menyanyangimu tanpa menganggap kita akan bersama kembali. Tanpa anggapan kau sedang mendekatiku lagi.

Aku mohon, jangan putar balik fikiranmu tentangku. Aku mohon jangan menjauh. Aku mohon jangan membenciku teman.

Sebisaku akan ku bunuh perasaan ini. Supaya kita nantinya bisa murni tertawa sebagai teman. Bukan sebagai musuh yang perang salju. Perang dingin yang menyakitkan itu.

Semoga kau membacanya.
Aku mohon mengertilah. Aku mohon maafkanlah. Aku mohon percayalah.
:’)




Everthing i could never tell you, i wrote here.
LDS~ 

Tangis Saat Datangnya Keharusan Itu...

Dia punya cerita. Cerita yang akan selalu tergenang dalam endapan pada ingatan, dalam drama hidupnya. Yang terukir dalam jemari, dalam sajak, tentang Kamu. Tentang dirimu.



Taukah? Aku pernah terdiam dalam sebuah lorong. Dimana hanya ada kegelapan dan jerit tangis. Dimana aku yang menciptakan sendiri lorong itu. Namun bukan kuasaku, karna aku tak pernah menginginkan hal itu.

Apakah kamu fikir aku tersiksa? sangat

Sampai akhirnya aku sendiri terjebak dalam sumpah, dalam keadaan, dalam perasaan.

Aku makin terjerumus dalam rasa sakit. Namun Tuhanku tetap tak tinggal diam. Dia merubah tawa nyeriku dalam tahap demi tahap, jejak demi jejak, perlahan-lahan... Menghembus sakitku, menggantinya dengan jerit tawaku..

Rasa pembodohan tetaplah ada, apalagi rasa sakit.. Namun aku kuat, karna ada yang menggenggam tanganku seerat eratnya, seerat yang dia bisa, tak pernah membiarkanku jatuh apalagi menangis. Aku tegar karna ada yang bersamaku. Ada yang menggenggam erat tanganku.Menggenggam erat tanganku. Erat tanganku......

Aku dan sesosok berjalan.. Meninggalkan tapak kecil, tapak tawa, tapak sayang. Bersenandung setiap waktu, tak ada sakit yang melulu. Rasa sakit yang terlanjur terbasuh waktu, terbasuh senyum :)

Sampai akhirnya, satu, bukanlah suatu ilusi atau obsesi.. Bukanlah suatu mimpi apalagi nyeri.. Ada yang memandang biru bersamaan, terlarut dalam putaran riang. Ada dua bayangan yang tegak memandang bulan.

Bukan dalam detik atau jam. minggu? bulan? 
Aku tak menghitungnya... Yang ku rasa bukan kilat.

Berjalan bersama, menaiki karang, menuruni ladang. Segala kisah yang ku kira tak kan ada akhirnya. Ya, ku kira.
Sampai akhirnya ada yang sampai di kegelapan. Jauh lebih gelap dari yang pernah ku rasakan. Lengking tangis yang bahkan memecah sanubari, memar nurani. Berada di persimpangan jalan, yang bahkan tak menguntungkan.

Ada yang mulai menangis, ada yang mulai pergi. Satu diam, satu berlari.
Genggaman itu renggang, perlahan melepas, dan bebas..... Sebebas jatuhnya air mata dari langit ke tanah. Tinggallah dua kelingking yang masih bersentuhan diujung, mengingat janji yang perlahan membayung, terselubung, relung.. 

Aku terseok mengikuti ego sang keadaan. Sampai akhirnya aku benar benar terjatuh, tanpa ada yang menahan. Tak ada yang menggenggam..

Walaupun kini, ataupun suatu hari nanti, rasanya akan tetap sama.. Tetap lebih hebat dari putaran masa lalu. Lebih sakit dibanding sembilu.

Cepat atau lambat, ku kan melihat punggungnya menjauh, sampai akhirnya hilang dari pandangan, dari ingatan. 
Oh, tidak!.
Dia bahkan akan tetap tumbuh dalam ingatan, dalam fikiran, bahkan tangisan. Dia tak akan terlupakan.

Ijinkan aku menangisi malam yang takan pernah bisa ku genggam, ijinkan aku menangisi sesosok yang terlalu berharga, ijinkan aku melepas emas.
Ku yakin Tuhan kan selalu bersama sesosok itu, sosok kagumku. Cinta remajaku. Sesosok yang bahkan terlalu sayang untuk terkenang.. 

Tuhan bersamamu sayang, dalam doaku. Dalam bahagiamu yang memang bukan bersamaku. Aku hanyalah rasa siksamu, penderitaanmu.. Kau yang terbaik dan akan dapat yang terbaik, suatu saat nanti, saat cerah hari. Yang terbaik haruslah mendapatkan yang terbaik jua bukan?



Perempuan itu mencoba menyesap tangisnya. Melambaikan tangan lemasnya. Untuk seseorang yang akan dia kenang, yang perlahan akan meremang. Rasa sayangnya yang sudah memupuk terlalu dalam. Bahkan luapan doanya. 
Maafkan perempuan itu.. Ia hanyalah manusia biasa yang sakit dengan kilat. Dia masih belajar. Pasrah dan ikhlas yang mungkin nanti akan membuatnya tegar sendiri, walaupun tak kan ada lagi yang disisi. 
Separuh nafas yang hampir hilang darinya, terbawa deru, tersapu peluh.. Melambung jauh bersama doa untuk sesosok yang sangat disayanginya. Mengutuk keras keadaan dengan tangisnya. 

Menunduk. Sampai akhirnya hujan itu kembali datang.


Selamat tinggal sayang, cari hidup baikmu, yang bahagia untukmu. Doaku bersama langkahmu. Ingatlah aku dalam setitik di hatimu. Jangan pernah lupakan Kita yang pernah tercipta dalam nyata.
Selamat tinggal nafasku. Selamat tinggal senyumku.
Maafkan aku yang masih mengharapkan tawamu yang dulu hanya untukku. Maafkan aku yang masih mengenangmu. 

Aku masih menyayangimu.

Sampai deru debu menghambur seluruh nafasku. Sampai mentari meneteskan embun.

Sampai kapan pun.

LDS~ 
September, 2014
No more tears, yup someday.