Jumat, 14 Oktober 2016

Sebuah Akhir

Dia?

Maksudmu orang yang bahkan tak mau peduli?

Dia mana?

Orang yang kau kagumi dalam tahun-tahun paling panjang dalam hidup dengan balas berlari hanya dalam singkatnya 30 hari?

Dia siapa?

Yang amat kau sayangi, namun menghancurkanmu lebih dari kau bisa memeluk lukamu sendiri?

Dia yang tau persis siapa yang tak pernah bisa lekas meninggalkan hatimu, namun masih saja bertanya "itukah aku?"

Dia yang tau persis perjuanganmu, namun tetap membuangmu.

Dia yang tau persis sakit hatimu, namun masih bekata "semuanya telah berakhir dengan baik, dan telah berlalu" 

Dia inikah yang kau hargai setengah mati namun tak bisa melihatmu?

Dia inikah yang jadi arahmu, disaat dia punya arah indahnya tertentu?

Dia inikah salah satu orang penting dalam hidupmu?

Iya, dia.
Dia yang tak pernah mengenalku, apalagi hatiku.
Dia yang pernah menyayangiku, dan ku percayai kebohongan itu.
Dia yang melihat tangisku, dan tertawa tak tahu.
Dia yang mengubur lukaku,
memastikan aku tak pernah keluar dari masa lalu,
kemudian tersenyum diantara kebahagiaan karena dia selalu menemukan orang baru.

Selamat!
Kau selalu berhasil mematahkan kaki-kaki ku yang hampir tegak.
Kau selalu berhasil mengurungku dalam kabut terdingin yang pernah ku kenal.
Namun takkan lagi,
ini sudah teramat cukup.

Hatiku telah hancur sudahlah, apa lagi yang ingin kau hancurkan?

Aku kehilangan harga diri,
Aku menangisi takdir,
Aku merenungi gerimis,
Aku sendiri,
dan aku harus segera pergi

Senyumku, tangisku, tawaku, bahkan  doaku biarlah kusimpan lagi,
kau takkan mampu menghargai karna kau tak mau peduli.
Silahkan,
bersenang-senanglah dalam dunia barumu,
sesukamu,
bersama para indah yang mengejarmu,
bersama para sempurna yang tak pernah berhenti kau cari,
bersama pribadimu sendiri.

Aku akan melupakanmu bersama waktu, dan akan kupastikan itu.

Satu hal,
kau takkan pernah menemukan aku lagi dalam sosok manapun

-lds, oktober 2016.

Selasa, 19 Juli 2016

Jawaban Segala Pertanyaan


Saat robeknya hatiku adalah seribu pertanyaan
Ketika terkatupnya mataku adalah seratus pertanyaan
Masa dimana diam tangisku adalah sepuluh pertanyaan
Bahkan bila hidupku sendiri hanyalah sebuah pertanyaan
Harus kemana lagi sungai senjaku membawa sisa pudar sepotong jawaban?

Aku bersorak nanar, akhirnya aku menjadi orang mati!
Kemudian aku tertunduk kosong karena aku dilahirkan kembali.
Oh sungguh, jejak kaki yang ku temui terlalu menjengkelkan.
Mengapa tak langsung saja dia membawaku ke neraka?

Sampai akhirnya gerimis membuatku berlutut, gugup.
Ada pengarang dibalik cerita, bukan?
Ada pelukis disamping cat lukis, betul?
Mengapa jua camar itu menuntunmu ke neraka,
bila takdirmu ialah surga, tepat?

Bila sabarmu mengajakmu berperan dalam drama menyakitkan, mainkan saja.  
Percayalah, Penciptamu hanya tak menginginkan kau jadi antagonisnya. 

  




July, 2016. LDS.

Rabu, 25 Mei 2016

Kepalsuan

Ku coba berlari jauh sekali, peluhku berhenti.
Ku coba terdiam di dalam kelam, lukaku melebam.
Ku coba tersenyum layaknya embun, tangisku jatuh.

Lihatlah dunia yang penuh dengan kepalsuan ini.

Palsu.

Teramat palsu.

Ketulusan dibalas kepalsuan,
dan kepalsuan dibalas lagi kepalsuan.

Ketika senyumku adalah tangisan yang telah lelah menemaniku dalam malam.  
Ketika diamku adalah sapaku yang teramat lelah merindu sesosok khayalan.

Tak ibakah kau denganku?
Aku harus melihatmu didalam sakit hatiku.
Aku harus menyapamu ditengah hilangnya bagian diriku.
Aku harus bahagia setelah kehilanganmu.

Tidakkah kau ingin aku bahagia?
Hanya ada dua pilihan ; kau disini disampingku  atau tidak sama sekali.
“Kau kembali” ,
sudahlah aku tau aku takkan terbangun dengan mimpi indah hingga ketiga kalinya.
“Kau pergi”,
ya, sesungguhnya kau yang harus mengalah. 
Kau memang harus pergi, karna kau pun tau , aku tak pernah bisa beranjak dari tempat ini.

Sungguh,
 jarak ini terlalu berat buatku.

Hanya untuk memulihkan lukaku,
hanya untuk menanam ketulusan baru,
aku harus membunuh rinduku,
aku harus melenyapkan perasaanku,
aku harus menjauh darimu.

Aku lelah berpura-pura baik-baik saja.
Aku lelah dengan semua kepalsuan ini.

Jarak ini.
Semoga jarak yang kubuat, dapat kau pahami.
Bukan untuk saling benci.
Tapi untuk saling memulihkan diri.
Dari segala lebam nurani yang menghampiri.
Dari masa lalu kelam yang melirik sesal.
Dari segala kepalsuan untuk sebuah ketulusan.

Aku yakin kau pasti mengerti.
Aku belum benar-benar sembuh.
Dan untuk itu,
aku perlu menjauh.
Sekali lagi,
menjauh dari segala kepalsuan
untuk sebuah ketulusan.
Ketulusan yang baru.


Melupakan ketulusan lamaku, yang telah dulu kau hancurkan. 

Senin, 16 Mei 2016

Kedatanganmu

Kedatanganmu.
Kedatangan yang berbeda dari sekian ribu kedatangan.
Kedatangan yang begitu utuh.
Dengan segala kebahagiaan.

Mungkin kau merasa tak lengkap.
Mungkin kau rasa kedatangan harus punya pasangan.
Kau pasangkan ia dengan kepergian itu.
Kepergian yang sungguh memeras tangisku.

Kepergianmu.
Kepergian yang masih sama dengan apa yang pernah kau lakukan.
Atau mungkin berbeda,
karena
luka kedua memang jauh lebih menyakitkan.
Kepergian dengan satu alasan, 
yang tak pernah jelas.
Kepergian yang meninggalkan berjuta pertanyaan 
yang tanpa jawaban.
Atau memang kepergian ini memang tak beralasan,
Karena sesederhananya.....
Kau hanya ingin pergi, dari bayang hitam yang tak punya apa-apa ini.

Bayang hitam ini,
Bayangan yang mengikutimu,
Merangkul saat gelap dirimu...
Bayang hitam yang hanya punya ketulusan untukmu.
Ketulusan yang ditelan takdir dunia,
Ketulusan yang takkan pernah mengalahkan kemenarikan mereka.

Sudahlah, biar ku berlari darimu lagi.
Jangan tanya mengapa, kau tau jawabannya.
Aku mati didekatmu, namun tanpamu.
Aku mati merindukanmu, tanpa hadirmu.
Aku mati menyayangimu,
berlalu melihat permainan ini selesai,
begitu saja.
Dengan aku yang kalah mutlak, dan engkau memenangkan segalanya.
Dengan segala kesendirian dibalik sosok yang kutunggu,
Dengan engkau yang begitu mudah membuangku.
dari hatimu.
dari fikiranmu.
dari hidupmu.
Aku begitu mati melihat cinta,
hanya serendah urusan menang kalah,
serendah permainan.

Selamat, karna lagi kau yang menang,
Diatas tangisan.
Tangisan orang yang selalu meradang karenamu,

Orang yang terlalu menyayangimu.
Aku.
perempuan gila itu.

Rabu, 04 Mei 2016

Jangan Larang Doaku

Seandainya. Seandainya saja aku bisa berlari dari duniaku yang telah ia hancurkan. Mungkin, lukaku akan sembuh dalam waktu yang cepat.
Namun bagaimana bila aku mencoba membangun dunia baru di dekat duniaku yang telah hancur?
Bahkan sampai aku tersungkur, aku akan terpuruk di dekatnya. Selamanya.

Tuhan, dengarkan aku....
Aku ingin pergi dari tempat ini. Hatiku berteriak mendengar tentangnya. Semua tentangnya. Selalu ada yang berbicara tentangnya. Dan aku terusik dengan ini.

Tuhan aku tak ingin mencampuri urusannya. Aku tak ingin perduli tentang apapun yang dia lakukan. Sungguh aku tak ingin....

Tapi dengan jarak sedekat ini? Apakah teriakku di dengar? Tidak sama sekali.

Oh Tuhanku, terkadang aku takut. Aku takut mendengar tentangnya.
Hindarkanlah ia dari segala pengaruh buruk. Aku tau dia dewasa, dia yang mengajariku perbedaan yang salah dan yang benar, yang buruk dan yang baik. Aku yakin dia takkan terjerumus dalam apapun.

Dan lagi, 
aku tau, aku  tak bisa lagi di sisinya...
Jadi aku mohon pada-Mu. Jangan kecewakan aku untuk ke sekian kalinya, Tuhan. Dia hanya manusia biasa..

Ingatkan dia saat khilafnya.
Luruskan dia saat salahnya.
Jaga dia saat di dekat bahaya.
Peluk dia saat murungnya.
Terangkan dia saat buntu jalannya.
Genggam dia saat jatuhnya.
Tuntun dia saat buta fikirannya.
Selamatkanlah saat terjerumus dirinya.

Aku tau, Engkau mengecam orang-orang yang terlalu gelisah dan khawatir. Maka,  ampuni aku Tuhan saat hatiku liar dalam gelisah dan terpuruk dalam khawatir. Aku tau, aku tak bisa berhenti perduli dengannya. Aku tau aku tak bisa berhenti mendengar tentangnya,karna dia masih terlalu dekat di sekitar. Ya, terlalu dekat.

Maka aku mohon, aku tak ingin dia berubah jadi yang terburuk. Aku ingin dia selalu ada di dekatMu, dianugerahkan belas kasihmu.

Maafkan aku yang masih terlalu perduli denganmu.
Maafkan aku yang tak pernah bisa mengenalmu.
Maafkan aku yang masuk dalam urusanmu.

Biarlah aku mati saat menjerit ke atas langit. Asal duniaku pada akhirnya terbit, aku rela bila harus mati untuk ke sekian kali.

Aku akan pergi suatu hari, bila kau tak nyaman dengan aku yang terlalu masuk dalam hidupmu kini.
Aku akan pergi. Aku janji
.
Namun ku mohon dengan sangat,
jangan larang doaku, untuk selalu bersamamu.
Jangan pernah larang doaku, di dekatmu.




----Di awal Mei.




Kamis, 28 April 2016

Aku Tak Pernah Berarti

"Percuma.
Hendak berapa kali pun engkau balut hati yang telah mati, hasilmu kosong.

Percuma.
Hendak apapun yang kau lakukan untuk membangun lagi yang telah hancur, takan bernilai.

 Sudah kukatakan, percuma. Segalanya percuma.
 Kau mencoba untuk bahagia di tengah kesedihan? Topengmu akan hancur diterjang air mata di dalamnya.
Kau mencoba menjadi sekuat baja? Hatimu takkan mampu menopang kekuatannya.

 Mari jalani hidup bersama air mata lagi, takdirmu begitu.

 Kau bahagia seumur hidup, saat menjadi ratu sesaatnya seseorang? Dimana kepalamu?! Matikah logikamu?
 Buat apa kau menyayanginya? Buat apa kau memberikan segalanya untuknya?
Kau berharga sesaat, dan sampah selamanya untuknya.
 Jangan lakukan apapun, jangan. Dia tak pernah tertarik dengan dirimu.
Duniamu takkan pernah meraih dunianya, sadarlah.
Apapun yang kau lakukan memang terlihat, namun tak berarti. Tak pernah benar benar berarti dari dulu hingga kini.

 Sadarlah, dia menyerah melihat kekuranganmu, bukan mencoba memperbaikinya bersamamu. Sadarlah, kau ditinggalkan. Sadarlah dia punya capaiannya sendiri. Sadarlah dia tengah membangun dunia, sesuai keinginannya sendiri. Sadarlah dia punya selera sendiri.

 Kau dengar bukan? Mengapa kau begitu bebalnya.
 Kau tau hatimu sekarat. Kau tau batinmu sakit. Kau tau dirimu berteriak.
Lalu mengapa kau masih disini......
 Kasihani batinmu.
 Air matamu sudah cukup menghancurkanmu.
 Lupakan kebahagiaan sesaat itu. Dan sadarilah, sedihmu akan selamanya jika begitu.

 Kau tak pernah benar-benar berharga. Kau hanya sampah yang habis gunanya, tidak diinginkan, tak bisa diperjuangkan, kau dibuang.
 Simpan tangismu. Air mata takkan mengubahmu jadi berlian.
Kau sampah, dan tak lebih. Takkan pernah lebih di hadapannya
Takkan pernah ada lebihnya.
Tak pernah berharga."


Sepanjang itu aku diberondong oleh logika. Namun kemudian hatiku yang berbicara.

"Maaf, aku menerima apapun perlakuannya, apapun kekurangannya, aku menerima dia. Aku memilih dia. Dan, aku menyayanginya." 


Tuhan tolong, perasaan ini begitu menyakitkan......




Kamis, 07 April 2016

Dunia.

Aku memandang ke arah jendela. Aku melihat ada dua sosok disana. Sepasang lawan jenis. Mereka menghabiskan waktu mereka di sana, tertawa.
Aku memandang ke arah lain. Ku lihat, lelaki itu mengenggam tangannya.
Dan di arah lainnya, ku lihat kenyataan.

Entah sampai kapan lagi perempuan itu akan terdiam menunduk. Menyadari, orang yang bersamanya tak menyayanginya, tak pernah lebih. Orang yang dalam tahun ia tunggu sekian lama, lalu merangkulnya, memberikannya kepercayaan yang tentu saja diterimanya, lalu sekarang berhembus lagi, meninggalkannya dalam tanda tanya juga kesedihan.

Aku lah dia.
Aku bodoh karna merasa berharga.
Aku bodoh memberikan kepercayaanku sepenuhnya.
Aku bodoh menyayangimu.
Aku bodoh memberikan ketulusanku tanpa sisa.

Jangan tanya seberapa hancurnya aku, kau tau jawabannya.
Aku tulus padamu. Aku tak ingin menuntut apa-apa darimu. Aku hanya butuh kau disini dan memelukku. Namun kau tak bisa. Dan kau memilih menyerah...

Aku pernah sakit. Dan terulang lagi, hari ini.

Kita yang bersama berdua takkan ada lagi.

Aku menangis memandang hal yang biasa kita lakukan.

Siapapun,  tolong aku... Bahkan melihatnya saja sesakit ini. Aku baru menyadari lukaku sehebat ini.

Siapapun, tolong aku... Hapus air mata ini. Hapus luka ini. Peluk aku lagi. Aku tak sekuat itu, aku harus memalingkan wajah dari duniaku, tolong aku.

Saat menyakitkan, itu.

Ya, saat aku tak sanggup memandang duniaku.

Saat aku memalingkan wajah dari duniaku.

Saat aku harus tersenyum saat hatiku hancur.

Dunia yang tak pernah adil untukku.

Jumat, 01 April 2016

Semua Yang Berjalan

Aku menunduk saat aku menggenggam tanganmu. Sesempit ini kah yang namanya menggenggam? Dan aku berfikir, kata kerja ini bahkan bermakna sedemikian dalam.
Pernah kau dengar istilah "menggenggam tanpa meraih?," atau mungkin baru aku yang memunculkan istilah ini?

Kau fikir ini lucu?
Ini tidak lucu sama sekali.
Kau meraih tangannya namun belum tentu hatinya. Kau meraih jemarinya, tapi apakah kau berfikir tentang perasaannya?

Aku hafal seberapa ukuran tanganmu, namun sayangnya aku tak tau seberapa luas hatimu. Aku tau aku selalu bisa menutup erat tanganmu, melingkarkan jemariku disana, namun sayangnya bahkan aku tak tau seberapa bagian hati yang mampu kutempati.
Bisa saja sepenuhnya, atau setengahnya, namun buruknya bisa saja hanya bagian terkecilnya.

Aku mulai tak pernah puas dengan diriku sendiri.
Perasaan-perasaan alamiah yang memang muncul dari dalam, selalu kucoba singkirkan. Walau terkadang gagal, tapi aku mencobanya. Mencoba jadi yang kau inginkan, walau kadang dengan cara yang jauh dari kata benar. Cara yang salah.

Detik ini aku tertawa lepas, namun sedetik kemudian pipiku turun. Turun bersamaan dengan beranjaknya ganjalan dari kepala yang merasuk ke hati.
Mungkin salahku yang terlalu merasakan perbedaan.
Tapj aku memang merasa tak indah lagi.
Aku merasakan tempat yang berbeda.

Pertanyaanku adalah, "jadi kau yang sesungguhnya yang mana?"
Yang dulu, lalu berubah... Atau yang sekarang pernah mencoba hal terdahulu?

Aku merasa asing di tempat ini.
Aku sendirian disini.
Semoga pelukmu saja yang tengah absen, dan dirimu takkan.

2016

Sampai Disini Saja.

Kisahku mungkin tak seindah gugusan bintang disana.. Namun pola abstraknya bahkan mengalahkan butiran sinar matahari di ambang laut.
Kisahku mungkin tak pernah berawal, namun pasti akan berakhir. Kisah yang membingungkan. Kisah ketidakpastian. Kisah tangis malam. Kisah kita.
Maaf, maksudku kisahku yang tak pernah beranjak dari telapak kakimu.
Kisah yang kuharap berakhir, segera.

Semua ini dimulai saat jiwaku berada di tengah biru awan. Keping harapan yang mulai mengulurkan tangan, meraih indahnya mentari di ujung langit sana.
Lalu bersama senja, menangisi mentari yang meredup di telan malam.
Saat sendiri dan dingin, ia pergi ke tempat lain bersama perasaannya yang sunyi. Bersinar dengan cerita baru. Dengan biru yang tak pernah berlalu. Si awan cantik yang terpaku di tengah gersang bumi.
Aku yang meminta ia mendekat, namun akulah yang berlari. Aku yang bersumpah, aku pula yang sekarat. Aku yang mencinta, aku pula yang berteriak.
Mauku apa? Mau hati ini apa? Mau takdir ini bagaimana?

Aku tak pernah menyayangimu! Ingat itu!
Hatikulah yang memelukmu. Hatiku yang menyayangimu saat aku bahkan tak sudi melirikmu.
Jiwaku melihatmu sebagai suatu kekaguman yang tak pernah pudar, namun hatiku melihatmu sebagai sosok luar biasa diantara ribuan kesakitan.

Aku bisa mengalahkan hati. Aku pernah mengalahkannya! Namun semua hanya menjadi beberapa minggu yang luar biasa. Jiwaku kalah lagi. Saat menyadari bukan aku yang kau inginkan, hatiku sakit lagi. Hati ini sakit, bahkan saat jiwaku bahagia; kau menemukan sosok yang bisa kau capai.

Gila macam apa ini?

Ya, aku memang perempuan gila.
Berdiri di atas hati berdarah bersama hujan selamanya.
Logika yang masih bisa berjalan, bahkan iba dengan hatiku yang mengemis ingin merangkulnya. Lelah bersama hati bebal, yang terlalu bodoh merindunya.

Hujan waktu lalu.
Hati ini tersambar ujung kilat, dan pecah bertebaran ke sudut-sudut mata.
Perih menahan pecahan hati yang terciprat, lalu menangis sekarat.
Jiwaku puas tertawa.
Hati yang bodoh memang pantas mendapatkannya.

Aku melarikan diri bersama sunyi, di saat kau menungguku dengan tanganmu yang terbuka. Tangan tulus yang hanya menginginkan perdamaian denganku. Aku tau itu. Aku tau.
Namun maaf.. Hati ini ingin berhenti, saat jiwaku menyambut perdamaian itu. Dia ingin berhenti, sehingga ia berlari. Meninggalkan kebingungan dan kemuakkan yang memenuhi fikiran tenangmu itu. Meninggalkan tanda tanya besar yang bahkan tau keliru..

Ketika suatu kemasuk-akalan suatu cerita dianggap kebohongan oleh hatiku? semua ini mungkin terjadi.
Aku bahkan tak mau memecah keheningan ini, karna aku tau jiwaku yang damai denganmu akan membuat hatiku sakit lagi.
Aku diam karna aku tak mau kisah ini memanjang lagi. Aku ingin berhenti.
Aku tau bukan aku yang kau ingikan, jadi berhentilah bicara. Semua perkataanmu akan dianggap kebohongan oleh hatiku. Dan aku tak mau itu.

Kini aku takkan pernah lagi menyalahkanmu saat jarak ini kembali memisahkan kita.
Aku tau kita takkan pernah baik-baik saja.
Jadi, berlarilah...
Berlarilah dengan arah yang berlawanan denganku.
Aku harap kita takkan bertemu lagi sebelum hati ini menemukan penggantinya.
Aku takkan pernah menahanmu lagi saat engkau hendak menghindar.
Aku takkan pernah menyapamu lagi saat kita bertemu pandang.
Jika dulu aku yang sekarat, kini akulah yang menginginkan jarak.
Inilah jalan Tuhan..

Akulah kelam dalam kabut di belakangmu. Songsonglah awan terang di depanmu.
Sambut dia, dan aku tau kisahku berakhir disini.

Sampai disini.

Desember, 2015