Jumat, 14 Oktober 2016

Sebuah Akhir

Dia?

Maksudmu orang yang bahkan tak mau peduli?

Dia mana?

Orang yang kau kagumi dalam tahun-tahun paling panjang dalam hidup dengan balas berlari hanya dalam singkatnya 30 hari?

Dia siapa?

Yang amat kau sayangi, namun menghancurkanmu lebih dari kau bisa memeluk lukamu sendiri?

Dia yang tau persis siapa yang tak pernah bisa lekas meninggalkan hatimu, namun masih saja bertanya "itukah aku?"

Dia yang tau persis perjuanganmu, namun tetap membuangmu.

Dia yang tau persis sakit hatimu, namun masih bekata "semuanya telah berakhir dengan baik, dan telah berlalu" 

Dia inikah yang kau hargai setengah mati namun tak bisa melihatmu?

Dia inikah yang jadi arahmu, disaat dia punya arah indahnya tertentu?

Dia inikah salah satu orang penting dalam hidupmu?

Iya, dia.
Dia yang tak pernah mengenalku, apalagi hatiku.
Dia yang pernah menyayangiku, dan ku percayai kebohongan itu.
Dia yang melihat tangisku, dan tertawa tak tahu.
Dia yang mengubur lukaku,
memastikan aku tak pernah keluar dari masa lalu,
kemudian tersenyum diantara kebahagiaan karena dia selalu menemukan orang baru.

Selamat!
Kau selalu berhasil mematahkan kaki-kaki ku yang hampir tegak.
Kau selalu berhasil mengurungku dalam kabut terdingin yang pernah ku kenal.
Namun takkan lagi,
ini sudah teramat cukup.

Hatiku telah hancur sudahlah, apa lagi yang ingin kau hancurkan?

Aku kehilangan harga diri,
Aku menangisi takdir,
Aku merenungi gerimis,
Aku sendiri,
dan aku harus segera pergi

Senyumku, tangisku, tawaku, bahkan  doaku biarlah kusimpan lagi,
kau takkan mampu menghargai karna kau tak mau peduli.
Silahkan,
bersenang-senanglah dalam dunia barumu,
sesukamu,
bersama para indah yang mengejarmu,
bersama para sempurna yang tak pernah berhenti kau cari,
bersama pribadimu sendiri.

Aku akan melupakanmu bersama waktu, dan akan kupastikan itu.

Satu hal,
kau takkan pernah menemukan aku lagi dalam sosok manapun

-lds, oktober 2016.

Selasa, 19 Juli 2016

Jawaban Segala Pertanyaan


Saat robeknya hatiku adalah seribu pertanyaan
Ketika terkatupnya mataku adalah seratus pertanyaan
Masa dimana diam tangisku adalah sepuluh pertanyaan
Bahkan bila hidupku sendiri hanyalah sebuah pertanyaan
Harus kemana lagi sungai senjaku membawa sisa pudar sepotong jawaban?

Aku bersorak nanar, akhirnya aku menjadi orang mati!
Kemudian aku tertunduk kosong karena aku dilahirkan kembali.
Oh sungguh, jejak kaki yang ku temui terlalu menjengkelkan.
Mengapa tak langsung saja dia membawaku ke neraka?

Sampai akhirnya gerimis membuatku berlutut, gugup.
Ada pengarang dibalik cerita, bukan?
Ada pelukis disamping cat lukis, betul?
Mengapa jua camar itu menuntunmu ke neraka,
bila takdirmu ialah surga, tepat?

Bila sabarmu mengajakmu berperan dalam drama menyakitkan, mainkan saja.  
Percayalah, Penciptamu hanya tak menginginkan kau jadi antagonisnya. 

  




July, 2016. LDS.

Rabu, 25 Mei 2016

Kepalsuan

Ku coba berlari jauh sekali, peluhku berhenti.
Ku coba terdiam di dalam kelam, lukaku melebam.
Ku coba tersenyum layaknya embun, tangisku jatuh.

Lihatlah dunia yang penuh dengan kepalsuan ini.

Palsu.

Teramat palsu.

Ketulusan dibalas kepalsuan,
dan kepalsuan dibalas lagi kepalsuan.

Ketika senyumku adalah tangisan yang telah lelah menemaniku dalam malam.  
Ketika diamku adalah sapaku yang teramat lelah merindu sesosok khayalan.

Tak ibakah kau denganku?
Aku harus melihatmu didalam sakit hatiku.
Aku harus menyapamu ditengah hilangnya bagian diriku.
Aku harus bahagia setelah kehilanganmu.

Tidakkah kau ingin aku bahagia?
Hanya ada dua pilihan ; kau disini disampingku  atau tidak sama sekali.
“Kau kembali” ,
sudahlah aku tau aku takkan terbangun dengan mimpi indah hingga ketiga kalinya.
“Kau pergi”,
ya, sesungguhnya kau yang harus mengalah. 
Kau memang harus pergi, karna kau pun tau , aku tak pernah bisa beranjak dari tempat ini.

Sungguh,
 jarak ini terlalu berat buatku.

Hanya untuk memulihkan lukaku,
hanya untuk menanam ketulusan baru,
aku harus membunuh rinduku,
aku harus melenyapkan perasaanku,
aku harus menjauh darimu.

Aku lelah berpura-pura baik-baik saja.
Aku lelah dengan semua kepalsuan ini.

Jarak ini.
Semoga jarak yang kubuat, dapat kau pahami.
Bukan untuk saling benci.
Tapi untuk saling memulihkan diri.
Dari segala lebam nurani yang menghampiri.
Dari masa lalu kelam yang melirik sesal.
Dari segala kepalsuan untuk sebuah ketulusan.

Aku yakin kau pasti mengerti.
Aku belum benar-benar sembuh.
Dan untuk itu,
aku perlu menjauh.
Sekali lagi,
menjauh dari segala kepalsuan
untuk sebuah ketulusan.
Ketulusan yang baru.


Melupakan ketulusan lamaku, yang telah dulu kau hancurkan. 

Senin, 16 Mei 2016

Kedatanganmu

Kedatanganmu.
Kedatangan yang berbeda dari sekian ribu kedatangan.
Kedatangan yang begitu utuh.
Dengan segala kebahagiaan.

Mungkin kau merasa tak lengkap.
Mungkin kau rasa kedatangan harus punya pasangan.
Kau pasangkan ia dengan kepergian itu.
Kepergian yang sungguh memeras tangisku.

Kepergianmu.
Kepergian yang masih sama dengan apa yang pernah kau lakukan.
Atau mungkin berbeda,
karena
luka kedua memang jauh lebih menyakitkan.
Kepergian dengan satu alasan, 
yang tak pernah jelas.
Kepergian yang meninggalkan berjuta pertanyaan 
yang tanpa jawaban.
Atau memang kepergian ini memang tak beralasan,
Karena sesederhananya.....
Kau hanya ingin pergi, dari bayang hitam yang tak punya apa-apa ini.

Bayang hitam ini,
Bayangan yang mengikutimu,
Merangkul saat gelap dirimu...
Bayang hitam yang hanya punya ketulusan untukmu.
Ketulusan yang ditelan takdir dunia,
Ketulusan yang takkan pernah mengalahkan kemenarikan mereka.

Sudahlah, biar ku berlari darimu lagi.
Jangan tanya mengapa, kau tau jawabannya.
Aku mati didekatmu, namun tanpamu.
Aku mati merindukanmu, tanpa hadirmu.
Aku mati menyayangimu,
berlalu melihat permainan ini selesai,
begitu saja.
Dengan aku yang kalah mutlak, dan engkau memenangkan segalanya.
Dengan segala kesendirian dibalik sosok yang kutunggu,
Dengan engkau yang begitu mudah membuangku.
dari hatimu.
dari fikiranmu.
dari hidupmu.
Aku begitu mati melihat cinta,
hanya serendah urusan menang kalah,
serendah permainan.

Selamat, karna lagi kau yang menang,
Diatas tangisan.
Tangisan orang yang selalu meradang karenamu,

Orang yang terlalu menyayangimu.
Aku.
perempuan gila itu.

Rabu, 04 Mei 2016

Jangan Larang Doaku

Seandainya. Seandainya saja aku bisa berlari dari duniaku yang telah ia hancurkan. Mungkin, lukaku akan sembuh dalam waktu yang cepat.
Namun bagaimana bila aku mencoba membangun dunia baru di dekat duniaku yang telah hancur?
Bahkan sampai aku tersungkur, aku akan terpuruk di dekatnya. Selamanya.

Tuhan, dengarkan aku....
Aku ingin pergi dari tempat ini. Hatiku berteriak mendengar tentangnya. Semua tentangnya. Selalu ada yang berbicara tentangnya. Dan aku terusik dengan ini.

Tuhan aku tak ingin mencampuri urusannya. Aku tak ingin perduli tentang apapun yang dia lakukan. Sungguh aku tak ingin....

Tapi dengan jarak sedekat ini? Apakah teriakku di dengar? Tidak sama sekali.

Oh Tuhanku, terkadang aku takut. Aku takut mendengar tentangnya.
Hindarkanlah ia dari segala pengaruh buruk. Aku tau dia dewasa, dia yang mengajariku perbedaan yang salah dan yang benar, yang buruk dan yang baik. Aku yakin dia takkan terjerumus dalam apapun.

Dan lagi, 
aku tau, aku  tak bisa lagi di sisinya...
Jadi aku mohon pada-Mu. Jangan kecewakan aku untuk ke sekian kalinya, Tuhan. Dia hanya manusia biasa..

Ingatkan dia saat khilafnya.
Luruskan dia saat salahnya.
Jaga dia saat di dekat bahaya.
Peluk dia saat murungnya.
Terangkan dia saat buntu jalannya.
Genggam dia saat jatuhnya.
Tuntun dia saat buta fikirannya.
Selamatkanlah saat terjerumus dirinya.

Aku tau, Engkau mengecam orang-orang yang terlalu gelisah dan khawatir. Maka,  ampuni aku Tuhan saat hatiku liar dalam gelisah dan terpuruk dalam khawatir. Aku tau, aku tak bisa berhenti perduli dengannya. Aku tau aku tak bisa berhenti mendengar tentangnya,karna dia masih terlalu dekat di sekitar. Ya, terlalu dekat.

Maka aku mohon, aku tak ingin dia berubah jadi yang terburuk. Aku ingin dia selalu ada di dekatMu, dianugerahkan belas kasihmu.

Maafkan aku yang masih terlalu perduli denganmu.
Maafkan aku yang tak pernah bisa mengenalmu.
Maafkan aku yang masuk dalam urusanmu.

Biarlah aku mati saat menjerit ke atas langit. Asal duniaku pada akhirnya terbit, aku rela bila harus mati untuk ke sekian kali.

Aku akan pergi suatu hari, bila kau tak nyaman dengan aku yang terlalu masuk dalam hidupmu kini.
Aku akan pergi. Aku janji
.
Namun ku mohon dengan sangat,
jangan larang doaku, untuk selalu bersamamu.
Jangan pernah larang doaku, di dekatmu.




----Di awal Mei.




Kamis, 28 April 2016

Aku Tak Pernah Berarti

"Percuma.
Hendak berapa kali pun engkau balut hati yang telah mati, hasilmu kosong.

Percuma.
Hendak apapun yang kau lakukan untuk membangun lagi yang telah hancur, takan bernilai.

 Sudah kukatakan, percuma. Segalanya percuma.
 Kau mencoba untuk bahagia di tengah kesedihan? Topengmu akan hancur diterjang air mata di dalamnya.
Kau mencoba menjadi sekuat baja? Hatimu takkan mampu menopang kekuatannya.

 Mari jalani hidup bersama air mata lagi, takdirmu begitu.

 Kau bahagia seumur hidup, saat menjadi ratu sesaatnya seseorang? Dimana kepalamu?! Matikah logikamu?
 Buat apa kau menyayanginya? Buat apa kau memberikan segalanya untuknya?
Kau berharga sesaat, dan sampah selamanya untuknya.
 Jangan lakukan apapun, jangan. Dia tak pernah tertarik dengan dirimu.
Duniamu takkan pernah meraih dunianya, sadarlah.
Apapun yang kau lakukan memang terlihat, namun tak berarti. Tak pernah benar benar berarti dari dulu hingga kini.

 Sadarlah, dia menyerah melihat kekuranganmu, bukan mencoba memperbaikinya bersamamu. Sadarlah, kau ditinggalkan. Sadarlah dia punya capaiannya sendiri. Sadarlah dia tengah membangun dunia, sesuai keinginannya sendiri. Sadarlah dia punya selera sendiri.

 Kau dengar bukan? Mengapa kau begitu bebalnya.
 Kau tau hatimu sekarat. Kau tau batinmu sakit. Kau tau dirimu berteriak.
Lalu mengapa kau masih disini......
 Kasihani batinmu.
 Air matamu sudah cukup menghancurkanmu.
 Lupakan kebahagiaan sesaat itu. Dan sadarilah, sedihmu akan selamanya jika begitu.

 Kau tak pernah benar-benar berharga. Kau hanya sampah yang habis gunanya, tidak diinginkan, tak bisa diperjuangkan, kau dibuang.
 Simpan tangismu. Air mata takkan mengubahmu jadi berlian.
Kau sampah, dan tak lebih. Takkan pernah lebih di hadapannya
Takkan pernah ada lebihnya.
Tak pernah berharga."


Sepanjang itu aku diberondong oleh logika. Namun kemudian hatiku yang berbicara.

"Maaf, aku menerima apapun perlakuannya, apapun kekurangannya, aku menerima dia. Aku memilih dia. Dan, aku menyayanginya." 


Tuhan tolong, perasaan ini begitu menyakitkan......




Kamis, 07 April 2016

Dunia.

Aku memandang ke arah jendela. Aku melihat ada dua sosok disana. Sepasang lawan jenis. Mereka menghabiskan waktu mereka di sana, tertawa.
Aku memandang ke arah lain. Ku lihat, lelaki itu mengenggam tangannya.
Dan di arah lainnya, ku lihat kenyataan.

Entah sampai kapan lagi perempuan itu akan terdiam menunduk. Menyadari, orang yang bersamanya tak menyayanginya, tak pernah lebih. Orang yang dalam tahun ia tunggu sekian lama, lalu merangkulnya, memberikannya kepercayaan yang tentu saja diterimanya, lalu sekarang berhembus lagi, meninggalkannya dalam tanda tanya juga kesedihan.

Aku lah dia.
Aku bodoh karna merasa berharga.
Aku bodoh memberikan kepercayaanku sepenuhnya.
Aku bodoh menyayangimu.
Aku bodoh memberikan ketulusanku tanpa sisa.

Jangan tanya seberapa hancurnya aku, kau tau jawabannya.
Aku tulus padamu. Aku tak ingin menuntut apa-apa darimu. Aku hanya butuh kau disini dan memelukku. Namun kau tak bisa. Dan kau memilih menyerah...

Aku pernah sakit. Dan terulang lagi, hari ini.

Kita yang bersama berdua takkan ada lagi.

Aku menangis memandang hal yang biasa kita lakukan.

Siapapun,  tolong aku... Bahkan melihatnya saja sesakit ini. Aku baru menyadari lukaku sehebat ini.

Siapapun, tolong aku... Hapus air mata ini. Hapus luka ini. Peluk aku lagi. Aku tak sekuat itu, aku harus memalingkan wajah dari duniaku, tolong aku.

Saat menyakitkan, itu.

Ya, saat aku tak sanggup memandang duniaku.

Saat aku memalingkan wajah dari duniaku.

Saat aku harus tersenyum saat hatiku hancur.

Dunia yang tak pernah adil untukku.

Jumat, 01 April 2016

Semua Yang Berjalan

Aku menunduk saat aku menggenggam tanganmu. Sesempit ini kah yang namanya menggenggam? Dan aku berfikir, kata kerja ini bahkan bermakna sedemikian dalam.
Pernah kau dengar istilah "menggenggam tanpa meraih?," atau mungkin baru aku yang memunculkan istilah ini?

Kau fikir ini lucu?
Ini tidak lucu sama sekali.
Kau meraih tangannya namun belum tentu hatinya. Kau meraih jemarinya, tapi apakah kau berfikir tentang perasaannya?

Aku hafal seberapa ukuran tanganmu, namun sayangnya aku tak tau seberapa luas hatimu. Aku tau aku selalu bisa menutup erat tanganmu, melingkarkan jemariku disana, namun sayangnya bahkan aku tak tau seberapa bagian hati yang mampu kutempati.
Bisa saja sepenuhnya, atau setengahnya, namun buruknya bisa saja hanya bagian terkecilnya.

Aku mulai tak pernah puas dengan diriku sendiri.
Perasaan-perasaan alamiah yang memang muncul dari dalam, selalu kucoba singkirkan. Walau terkadang gagal, tapi aku mencobanya. Mencoba jadi yang kau inginkan, walau kadang dengan cara yang jauh dari kata benar. Cara yang salah.

Detik ini aku tertawa lepas, namun sedetik kemudian pipiku turun. Turun bersamaan dengan beranjaknya ganjalan dari kepala yang merasuk ke hati.
Mungkin salahku yang terlalu merasakan perbedaan.
Tapj aku memang merasa tak indah lagi.
Aku merasakan tempat yang berbeda.

Pertanyaanku adalah, "jadi kau yang sesungguhnya yang mana?"
Yang dulu, lalu berubah... Atau yang sekarang pernah mencoba hal terdahulu?

Aku merasa asing di tempat ini.
Aku sendirian disini.
Semoga pelukmu saja yang tengah absen, dan dirimu takkan.

2016

Sampai Disini Saja.

Kisahku mungkin tak seindah gugusan bintang disana.. Namun pola abstraknya bahkan mengalahkan butiran sinar matahari di ambang laut.
Kisahku mungkin tak pernah berawal, namun pasti akan berakhir. Kisah yang membingungkan. Kisah ketidakpastian. Kisah tangis malam. Kisah kita.
Maaf, maksudku kisahku yang tak pernah beranjak dari telapak kakimu.
Kisah yang kuharap berakhir, segera.

Semua ini dimulai saat jiwaku berada di tengah biru awan. Keping harapan yang mulai mengulurkan tangan, meraih indahnya mentari di ujung langit sana.
Lalu bersama senja, menangisi mentari yang meredup di telan malam.
Saat sendiri dan dingin, ia pergi ke tempat lain bersama perasaannya yang sunyi. Bersinar dengan cerita baru. Dengan biru yang tak pernah berlalu. Si awan cantik yang terpaku di tengah gersang bumi.
Aku yang meminta ia mendekat, namun akulah yang berlari. Aku yang bersumpah, aku pula yang sekarat. Aku yang mencinta, aku pula yang berteriak.
Mauku apa? Mau hati ini apa? Mau takdir ini bagaimana?

Aku tak pernah menyayangimu! Ingat itu!
Hatikulah yang memelukmu. Hatiku yang menyayangimu saat aku bahkan tak sudi melirikmu.
Jiwaku melihatmu sebagai suatu kekaguman yang tak pernah pudar, namun hatiku melihatmu sebagai sosok luar biasa diantara ribuan kesakitan.

Aku bisa mengalahkan hati. Aku pernah mengalahkannya! Namun semua hanya menjadi beberapa minggu yang luar biasa. Jiwaku kalah lagi. Saat menyadari bukan aku yang kau inginkan, hatiku sakit lagi. Hati ini sakit, bahkan saat jiwaku bahagia; kau menemukan sosok yang bisa kau capai.

Gila macam apa ini?

Ya, aku memang perempuan gila.
Berdiri di atas hati berdarah bersama hujan selamanya.
Logika yang masih bisa berjalan, bahkan iba dengan hatiku yang mengemis ingin merangkulnya. Lelah bersama hati bebal, yang terlalu bodoh merindunya.

Hujan waktu lalu.
Hati ini tersambar ujung kilat, dan pecah bertebaran ke sudut-sudut mata.
Perih menahan pecahan hati yang terciprat, lalu menangis sekarat.
Jiwaku puas tertawa.
Hati yang bodoh memang pantas mendapatkannya.

Aku melarikan diri bersama sunyi, di saat kau menungguku dengan tanganmu yang terbuka. Tangan tulus yang hanya menginginkan perdamaian denganku. Aku tau itu. Aku tau.
Namun maaf.. Hati ini ingin berhenti, saat jiwaku menyambut perdamaian itu. Dia ingin berhenti, sehingga ia berlari. Meninggalkan kebingungan dan kemuakkan yang memenuhi fikiran tenangmu itu. Meninggalkan tanda tanya besar yang bahkan tau keliru..

Ketika suatu kemasuk-akalan suatu cerita dianggap kebohongan oleh hatiku? semua ini mungkin terjadi.
Aku bahkan tak mau memecah keheningan ini, karna aku tau jiwaku yang damai denganmu akan membuat hatiku sakit lagi.
Aku diam karna aku tak mau kisah ini memanjang lagi. Aku ingin berhenti.
Aku tau bukan aku yang kau ingikan, jadi berhentilah bicara. Semua perkataanmu akan dianggap kebohongan oleh hatiku. Dan aku tak mau itu.

Kini aku takkan pernah lagi menyalahkanmu saat jarak ini kembali memisahkan kita.
Aku tau kita takkan pernah baik-baik saja.
Jadi, berlarilah...
Berlarilah dengan arah yang berlawanan denganku.
Aku harap kita takkan bertemu lagi sebelum hati ini menemukan penggantinya.
Aku takkan pernah menahanmu lagi saat engkau hendak menghindar.
Aku takkan pernah menyapamu lagi saat kita bertemu pandang.
Jika dulu aku yang sekarat, kini akulah yang menginginkan jarak.
Inilah jalan Tuhan..

Akulah kelam dalam kabut di belakangmu. Songsonglah awan terang di depanmu.
Sambut dia, dan aku tau kisahku berakhir disini.

Sampai disini.

Desember, 2015

Rabu, 04 November 2015

Ingatan Kesalahan.

Mengingat kesalahan orang yang kita sayangi memang tak pernah ada yang menyenangkan. Hati malah terasa sakit sendiri, bahkan air mata terkadang keluar tanpa minta permisi.

Namun bila ‘mengingat’ atau ‘diingat’ adalah masalah utamanya, mungkin segala sesuatunya takkan seberat ini. Karna yang terjadi adalah kita yang teringat. Teringat.

Teringat dalam detik-detik kesendirian . Teringat kesalahannya dalam hiruk-pikuk kekosongan rongga. Teringat akan segala sesuatu yang benar-benar menyesakkan.

Ketika perasaan kita masih setulus birunya awan diujung langit sana, ketika doa kita masih dalam tujuan yang sama, dan saat pelukan kita masih terbuka untuk sosok yang sama....................

Lalu semuanya dimulai, engkau hancurkan, dilumat habis oleh sesuatu yang ku tak tau apa namanya. Entah itu seonggok benci, atau mungkin dendam cinta yang sedari awal memang tak pernah tulus untukku.

Sakit, dan itu ku akui. Ketika hinaan turun dan ada yang ikut serta, bahkan saat diri kita selalu membelanya. Ketika diri dihabisi dan ia turun pula, bahkan saat diri kita selalu menyanjungnya.

Aku memakimu? Aku tak pernah tega menyakitimu dengan cara yang kusadari.
Aku menjatuhkanmu? Aku tak pernah mau melihatmu jatuh, terlebih karena aku.
Terlalu banyak kesalah-pahaman yang sudah turut campur dalam sakit hati tak berujung ini. Terlalu sulit mengembalikan pulih hati yang tak beralasan ini.

Aku manusia biasa. Bahkan setelah sakit hati abstrak ini, aku memang berfikir kau tak pernah tulus padaku. Salahkah aku, dengan pemikiran seperti ini?
Aku merasa tulusku tak berbalas. Aku merasa sayangku tak berbalas. Aku merasa semuanya tak beralas.
Dengan semua yang terjadi ini, pantaskah engkau yang masih selalu kusebut dalam doa? “

Dan pemikiran beberapa bulan yang lalu ini kembali memenuhi benakku. Diingat tanpa kehendak, atau yang lazim disebut; teringat.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut terjawab dengan jawaban yang senantiasa sama. Jawaban yang diucap oleh hati dan dimentahkan oleh akal.

Semua yang tak lagi sama menjadi bukti bahwa akal menang.
Namun doa yang tak kunjung padam menjadi bukti bahwa hati bukan pecundang.
Hati adalah bagian tertulus dalam diriku, dan aku tak mau memungkirinya.
Biarlah engkau menjadi elang yang bahkan mencabik habis dagingku. Makan aku. Dan aku akan tinggal selamanya dalam hatimu.

Aku memang bukan lagi perempuan yang ingin kau ingat. Aku bukan lagi perempuan yang membuatmu tertawa. Aku bukan bagian yang ini kau lihat. Aku bukan dia yang selalu ada.

Aku hanya sesosok perempuan yang tinggal jauh dalam titik beku. Yang selalu mendoakanmu dalam kelam. Yang meletakkan sesuatu dengan diam. Yang menyanjungmu dari kejauhan.

Biarlah Tuhan yang merubah fikiranku tentangmu.

Jika engkau memang untukku, segala sesuatu memang akan dipulihkan kembali. 
Namun bila tidak, sakit ini memang hanya untuk diriku sendiri.  


LDS~
Oktober.


Kamis, 10 September 2015

Namanya, Masa Silam....

Ya Tuhan, entah harus pada siapa lagi aku menunjukan semuanya. Air mata yang biasanya mau ‘mewakili’ aku pun, sekarang sudah lelah untuk sedikit saja membasahi perasaan kering yang aku miliki.

Sekarang.. Saat semua ini terjadi.. Hanya ada luka dalam, yang kering.
Takkan pernah ada yang peduli.
Sakit batin.
Memar sanubari.

Dunia yang dulu berkilau seperti kekatamu yang menenangkan itu..
Dunia yang sekarang hancur seperti sekaratku.

Aku masih sanggup melihat duniaku bergegas.
Aku juga sanggup melihat duniaku berlari.
Namun saat dia menemukan tempat ternyamannya lagi?
Saat dia memeluk tempat terkasihnya ini?
Memperjuangkan cinta kasih dibalik semua sepi batin ini?

Kau fikir, sayang..
Ini dunia bukan surga.
Tawa memang nyata tapi diatas dosa.
Bahagiaku diatas tangisnya.
Dan tangisku dibawah bahagianya.
Dan bahkan bodohku terulang lagi.
Aku mencaci Tuhanku, atas semuanya yang terlalu adil ini..

Sekarang akulah bayangan masa silam dibalik pipi indah itu.
Aku sorot hitam dibalik mata cantik itu.
Aku sosok kejam dibalik senyum itu.

Saat keegoisan dan ketulusan bukan lagi sebuah pilihan.
Saat kasih sayang dan doa hanya penghias khayalan angkasa.
Haruskah disini aku masih berperan sebagai protagonis?
Saat duniaku penuh oleh antagonis?

Bulan memang selalu sabar menjadi pantulan matahari saat malamnya datang.
Bagaimanapun dia menunjukan diri bahwa dia ada,
Siangnya tak mau memandang tak harus meradang.
Siangnya hanya peduli pada mentari.
Hingga bulan tahu diri...

Lalu pergi.


LDS
Silent night.

Senin, 31 Agustus 2015

Memori Pengujung Agustus.

Jangan sembunyi. Ku mohon padamu jangan sembunyi.
Sembunyi dari apa yang terjadi....


Entah aku harus mulai darimana. Aku terlalu kacau untuk mengungkapkan semuanya. Aku terlalu sakit untuk menangisi semuanya.

Hidup itu arus yang berputar. Apa yang kau tanam di masa lalu, suatu saat akan kau petik jua di masa yang akan datang pada posisi yang sama, pada tempat yang sama, pada sakit yang sama.

Rasa sakit macam apakah yang pernah ku berikan dulu? Mengapa panennya sungguh berlipat-lipat bahkan di luar dugaan ku? Mengapa Tuhan sungguh membalas sakit bahkan dengan yang lebih diluar nalar?

Sembunyi dibalas sembunyi.
Elakan dibalas elakan.
Kebohongan dibalas kebohongan.
Praduga dibalas praduga.
Sakit diganti sakit empat kali lipat.
Air mata diganti air mata empat kali lipat.
Hancur diganti hancur yang tak punya peri kasihan.
Siapa yang sanggup? Siapa?
Tuhanku..... Didikan macam apa ini? :”



Bertanya.. Cobalah bertanya pada semua. Disini ku coba untuk bertahan.
Ungkapkan semua yang ku rasakan..



Aku tau bukan kau yang menaruh sakit itu. Aku tau.
Aku tau bukan kau yang membuat hancur aku. Aku tau.
Semuanya hanya karna perasaanku sendiri. Dia terlalu dalam. Perasaan yang aku buat sendiri. Semuanya karna kepercayaan ku tinggi. Aku terlalu percaya bahwa sesuatu yang kau janjikan di masa lalu akan tetap kau pegang, hingga lupa bahwa hari demi har dunia kita mulai menjauh.
Rasa ingin bertahan yang membuat ku terjatuh sendiri. Sakit sendiri.



Kau acuhkan aku. Kau diamkan aku. Kau tinggalkan aku.....

Semuanya adalah karma. Karma yang dulu hanya ku tau arti katanya, tanpa tau makna sebenarnya. Semuanya karma, yang sungguh aku rasakan sakitnya.

Aku tak tau tangisnya dulu seperti apa! Aku tak tau.....
Tapi Tuhan adil, Dia memberi tau aku, bagaimana sakitnya sahabatku di masa lalu.
Dulu dia menangis sendiri karna aku! Dulu dia sakit sendiri karna aku! Karna kebodohan yang aku buat sendiri. Karna kebohongan yang ku buat sendiri.

Dulu dia ditinggalkan. Kini aku merasakan.
Dia diacuhkan? Aku juga.
Dia tak dipedulikan? Sekarang tinggal giliranku yang mencoba hal sama.


Taukah sayang?
Bersama barang kenangan darimu aku melewati malam-malam melankolis ini. Disampingku ada Tuhan yang setia menemani tangis darahku ini.
Ku lewati semuanya dengan doa koronka bersama rosario tersayang..

Kau pernah mendengar hal itu? Yang orang-orang katakan bahwa permintaan dalam doa koronka selalu didengar Tuhan? Pernahkah?

Dan taukah apa isi permintaan yang selalu ku ucapkan bersama air mata?
“Tuhan, tunjukanlah apa yang sebenarnya terjadi jauh dalam ketidaktauanku. Namun dibalik apa nanti yang sesungguhnya terjadi... aku hanya ingin dia bahagia. Orang yang tak bisa aku bahagiakan.”


Dan Tuhanku mulai mengungkap tabir ini, potong demi potong. Disaat ada seseorang yang namanya selalu ada dalam doaku, aku hanya bisa menatap nanar dan tersenyum melihat duniaku yang sesungguhnya ini. Dunia yang ada dibalik kelopak mataku.
Karna senyum orang yang aku sayang itu terletak pada orang lain.
Dan karna kebahagiaan orang yang aku sayang itu adalah saat aku harus melupakannya.





Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia. Hapuskan memoriku tentangnya..
Hilangkanlah ingatanku, jika itu tentang dia.
Ku ingin ku lupakannya.


LDS~
Memori kelam pengujung agustus

Selasa, 14 Juli 2015

Menyayangi tak punya alasan untuk berhenti.


Menyayangi tak punya alasan untuk  berhenti. Seberapa banyaknya kelemahan orang yang kau sayang, alasan itu tak pernah dibutuhkan apalagi diucapkan.

Orang yang benar-benar menyangimu takkan pernah meninggalkanmu apalagi menyakitimu. Jika suatu saat hatimu terluka dan orang yang kau sayangi-lah penyebabnya, ragukanlah cintanya, seberapa-pun manis cintanya di awal.

Orang yang menyangimu dengan tulus, takkan pernah mencari-cari kekuranganmu hanya karna ingin berhenti menyangimu. Terlebih jika sudah terlalu banyak perjuangan yang kalian lakukan berdua, bersama-sama.

Aku tau bagaimana sakitnya saat hubungan harus kandas karena kelemahan diri kita sendiri. Tapi pantaskah? Coba engkau fikirkan jika manusia tidak memiliki kelemahan, mungkin sudah ada berjuta-juta tuhan di jagad raya ini. Jadi, pantaskah jika kelemahan diri menjadi alasan untuk berhenti mencintai? Pantaskah?



Jangan pura-pura buta, jangan pura-pura tuli.
Dunia tak butuh orang yang terlalu menyombongkan diri.


Terima kasih atas semua ini, kau sudah banyak mendidikku untuk selalu tegar dan kuat. Terima kasih. 

Minggu, 12 April 2015

Tangis Remang

  
Biarkan duniaku gelap tanpa titik warna
Asalkan ada pelangi abadi di hatiku, aku terang..

Jika aku dilahirkan kembali..
Izinkan aku mencintaimu lebih dulu
Dan menyadari lagi, diam keberadaanmu..
Jika kembali, ku terlahir
Biarkan tangis ini jadi yang terakhir
Mengakhiri seluruh tangis takdir.

Ketika persik di gantung bulan
Kali seribu, ku pandang sendirian..
 Demi kosongnya hati, dalam kehampaan tertatih
Terlalu kekal rintihan perih ini
Terlalu tajam, rintik iris yang terlahir.

Sayang, biarkan malam membisu ditiup bulan..
Biarkan bunganya gugur, dilihat pelan
Rapuh dibalik senyum silam
Duka ini biarlah tak punya teman
Sukanya bahkan tak berkawan
Tak datang, namun hilang
Melenyap..... Senyap.

Jalannya hanya mengenang
Karna lupa pun tak ada katanya
Karna logika yang terlanjur kabur. Melebur~

Disini pundakku
Biarkan tidurmu hangat diterpa bintang
Selalu kenangan itu.
Perengkuh tangis remang.


 
Lucia Desy S.


Jumat, 06 Maret 2015

Langit Jingga Senja Itu~

Lihatlah rona merah diujung langit sana. Aku tengah memandangnya sendirian di ujung derita dan air mata. Maaf! Bukan derita maksud hatiku, hanya luka kecil. Ya luka kecil. Luka kecil yang kunamakan rindu.

Aku masih bisa bersyukur memandang langit merah hari itu. Dia masih mau menyapaku lewat tulisan singkat. Berbeda dengan sosok sebelum ini yang bahkan tak mau terlihatnya.
Aku bersyukur masih bisa melihat senyuman bahagianya bersama teman-temannya. Masih bersyukur melihat sosok tinggi tegapnya dari jauh. Masih bersyukur bisa mengarahkan mata lensa kearahnya. Potretnya yang sedang terbahak bahkan saat datarnya. Aku bahagia bisa melakukan hal-hal kecil itu.

Aku terbang pada detik-detik masa lalu. Detik saat bahkan sudah dini hari dan aku masih bergulat dengan air mata. Air mata sakit hati, air mata sesak, air mata luka mengingatnya semakin angkuh dan berubah. Tapi Tuhan memang adil......

Air mata sesak itu kini hanya sekedar masa lalu saat aku belum terbiasa.
Kini aku sudah tangguh. Aku terbiasa dan aku menikmati semua ini. Cukup kau mau membalas pesan singkat ku pun, sudah sangat amat cukup. Aku bersyukur dengan semuanya.

Dan langit merah senja ini masih ada dipelupuk mataku. Senyum dariku mengembang sebelum aku menutup pintu. Dan sosokmu tiba-tiba samar di depan mataku. Sosok yang kusayangi. Sosok inspirasi. Sosok kagumku. Kau temanku.

“Terima kasih.” Kataku sambil menutup pintu, seiringnya sosok itu mulai berbaur dengan langit merah jingga senja ini. “Terima kasih mau mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan kecil saat mata ini menemukanmu.  Terima kasih sudah berhenti menoreh luka. Kau tetaplah disitu, jangan menjauh. Aku tengah merintis langkah demi langkah mundur. Biarkan waktu yang tersisa ini yang menyembuhkan separuh luka kemarin, Teman. J” Sambungku dalam hati, saat pintu itu sudah benar-benar rapat. Sangat rapat.

Biarkan waktu yang tersisa ini yang menyembuhkan separuh luka kemarin, Teman.
Biarkan waktu yang tersisa ini yang menyembuhkan separuh luka kemarin, Teman.
 Teman.


Between 2014 and 2015
LDS~
Crimson day. Crimson sky. Crimson life. Full of~




Senin, 02 Maret 2015

Keajaiban Natal..

Keajaiban Natal , akankah datang?

Silent night, Holly Night..

Malam Natal.

Bunyi lonceng dan bau kemenyan yang dibakar saat lampu gereja dipadamkan,sungguh khas menyentuh hati. Ditambah lagi lagu pujian Malam Kudus yang menghias telinga sungguh merdu,menambah damai suasana hati.

Permohonan Natal.
Semua orang punya permohonan. Pasti. Begitupun aku.

Oke,lupakan dulu soalan ini. Aku hanya ingin bercerita tentang kehangatan perasaan Natal tahun lalu.

Tahun 2013. Ya, setahun yang lalu.
Natal di tahun ini sungguh-sungguh berarti. Natal tahun ini aku ditemani seseorang yang aku sayangi. Ya, dia temanku. Aku masih ingat saat aku dengan ‘keukeuh’nya mengajak orang tuaku beribadah  di sebuah gereja hanya karena dia yang mendapat tugas menjadi putera altar.
Saat itu aku memandanginya dari lantai 2, gereja. Sangat jelas sosoknya. Aku memandanginya bahagia dari atas, dan berkata dalam hati, ‘Permohonan Natalku tahun ini ya Tuhan. Aku menyayangi orang itu. Jaga dia selalu, kumohon.’

Natal taun lalu, ku kirim salam natal untuknya. Dia pun mengucapkan salam natal jua. Dilanjut candaan-candaan singkat yang memenuhi hati, dengan kebahagiaan. Oh please i miss how nice i could start some conversations with him. Now, yup i even dont know how to start ‘a conversation.’ My finger, brain, or tongue are always getting trapped to face him or to greet him. How sad i am .

Ya, Natal 2013 aku dihadiahi Tuhan seseorang yang sungguh berarti saat itu. Seseorang yang luar biasa dihidupku. Terima kasih Tuhan.


Natal 2014.

Orang itu masih ada? Tentu saja.
Hanya saja, dia sudah tak menghias hidupku se istimewa dulu. Begitupun aku, bahkan sosokku pun sudah  lama tak menghias hatinya. Mungkin juga sosokku sudah mulai memudar di hatinya. Hm, tentang itu entahlah.. Itu urusannya bukan urusanku lagi. Lagipula itu tak terlalu penting.

Adakah salam natal dariku? Tentu saja ada.
Namun salam dariku tak sepanjang dulu, tak seceria dulu. Salam singkat yang ku kirimkan juga kepada teman-temanku. Bukan hanya untuknya.
Untunglah dia mau membalas salam natal dariku. Aku bahagia dia mau membalas. Sangat bahagia, hingga harus menahan getir perbandingan.
Ya, tahun lalu dan tahun sekarang yang sungguh sungguh membuat sebuah perbandingan yang tak terpungkiri. Yang kadang membuatku mengeluh bahkan lupa bersyukur.Oh kumuhon ampuni aku ya Tuhan, sadarkan aku bahwa sebahagianya pun masa lalu, masa depan akan selalu lebih baik.

Perbandingan. Yaa, perbandingan yang kadang membuat lukaku terbuka lagi.

Salam natal balasan darinya. Yang bahkan hanya ku baca dari luar, dan langsung ku ‘akhiri obrolan’. Aku tak mampu melihat pesan itu terlalu lama. Pesan itu hanya akan mengingatkanku tentang ‘perbandingan.’ :’)


Kita kembali pada kehidupan sekarang. 2014. Natal 2014.
Aku tak lagi ‘keukeuh’ ke gereja itu. Hanya untuk berharap bertemu dengannya dalam suasana malam natal.

Aku beribadat di gereja dekat rumahku. Di lantai 2, dimana sisi altar, pohon, dan  kandang natal bisa terlihat seluruhnya olehku dari atas. Bunyi lonceng dan bau kemenyan yang dibakar saat lampu gereja dipadamkan,sungguh khas menyentuh hati. Ditambah lagi lagu pujian Malam Kudus yang menghias telinga sungguh merdu,menambah damai suasana hati.
Permohonan Natal.
Semua orang punya permohonan. Pasti. Begitupun aku. Dan permohonan natalku tahun ini adalah
“Kembalikan kebagiaanku Ya Tuhan. Dengan atau tanpa dia sekalipun.”
Karena aku tau jikapun ada kesempatan 0,99 % untuk dia kembali padaku, aku mungkin bahagia, tapi aku tak yakin dia akan bahagia denganku J Hanya keajaiban natal, bila Tuhan mengembalikan dia ke sisiku. Haruskah aku percaya dengan datangnya keajaiban Natal? :”) Tuhan punya rahasia-Nya sendiri. Keajaiban Natal-Nya sendiri J


Selamat Natal, Teman.
Berbahagialah, karena Tuhan selalu menjagamu. Damai Natal besertamu.



25 Desember 2014
LDS~



 
:')

Mengertilah. Maafkanlah. Percayalah.

Air mata tidak dapat dijadikan penebus kesalahan.
Kita yang pernah jauh, lalu pada akhirnya bertukar kabar lagi. Aku bahagia saat kau menyapaku sebagai temanku. Tapi perlu kau tau, walau aku menganggapmu sebagai temanku, perasaan itu tak akan pernah berubah sedikitpun.

Aku tau diri.
Aku memang masih menggenggam perasaan itu, tapi dengan kesetimbangan. Perasaan itu aku biarkan tetap tumbuh, tanpa menganggap kita akan bersama lagi. Tanpa menganggap kita akan rujuk lagi.
Apa perasaan itu salah? Toh logikaku tak pernah liar. Toh logikaku tak pernah sampai di titik fikiran bahwa kau mencintaiku lagi. Aku tidak pernah punya pemikiran seperti itu, tolong jangan berprangsangka apapun padaku..

Aku menyapamu tanpa nama.
Sengaja ku lakukan agar kau tak tau bahwa aku adalah dia. Dia yang merindukan candaan satu taun silam. Namun taukah kau? Aku melakukan itu tanpa anggapan bahwa kita akan bersama lagi. Bisakah kau mengerti sedikit saja?

Dunia yang bicara saat mereka melihat kita bahkan memancing titik sabarmu. Kau tak pernah mau jika dunia beranggapan lebih, bahkan saat anggapan itu hanya candaan. Aku menangkapnya,aku menangkap keinginan itu, dan aku sakit karenanya.
Aku ingin bertanya... Apakah rugi jikalau dunia hanya bercanda menganggap kita lebih? Apa kau malu? Atau apa? Aku belum menemukan jawaban itu teman. Kau tak pernah menjawab itu teman :’(

Aku sudah kena pukul telak. Kau yang melakukannya.
Aku tau bahwa waktu terus beranjak, meninggalkanmu yang dulu. Engkau yang pengertian saat masih jadi temanku. Engkau yang penuh senyum untuk semua orang, termasuk padaku.

Aku sekarang baru menyadari bahwa menyayangimu saja salah. Menyayangi tanpa berfikir kita akan bersama lagi pun salah. Menyanyangi sendirian, tanpa mengharap balasan saja salah.

Lukaku baru sembuh kemarin dan ternyata luka itu datang lagi. Aku hanya bisa minta maaf dengan perasaan bodoh ini.

Aku yakin setelah masalah kemarin kau akan mulai menjaga jarak lagi. Menjauh lagi. Dingin lagi.
Tapi ku mohon jangan.... Aku hanya menyanyangimu tanpa menganggap kita akan bersama kembali. Tanpa anggapan kau sedang mendekatiku lagi.

Aku mohon, jangan putar balik fikiranmu tentangku. Aku mohon jangan menjauh. Aku mohon jangan membenciku teman.

Sebisaku akan ku bunuh perasaan ini. Supaya kita nantinya bisa murni tertawa sebagai teman. Bukan sebagai musuh yang perang salju. Perang dingin yang menyakitkan itu.

Semoga kau membacanya.
Aku mohon mengertilah. Aku mohon maafkanlah. Aku mohon percayalah.
:’)




Everthing i could never tell you, i wrote here.
LDS~ 

Tangis Saat Datangnya Keharusan Itu...

Dia punya cerita. Cerita yang akan selalu tergenang dalam endapan pada ingatan, dalam drama hidupnya. Yang terukir dalam jemari, dalam sajak, tentang Kamu. Tentang dirimu.



Taukah? Aku pernah terdiam dalam sebuah lorong. Dimana hanya ada kegelapan dan jerit tangis. Dimana aku yang menciptakan sendiri lorong itu. Namun bukan kuasaku, karna aku tak pernah menginginkan hal itu.

Apakah kamu fikir aku tersiksa? sangat

Sampai akhirnya aku sendiri terjebak dalam sumpah, dalam keadaan, dalam perasaan.

Aku makin terjerumus dalam rasa sakit. Namun Tuhanku tetap tak tinggal diam. Dia merubah tawa nyeriku dalam tahap demi tahap, jejak demi jejak, perlahan-lahan... Menghembus sakitku, menggantinya dengan jerit tawaku..

Rasa pembodohan tetaplah ada, apalagi rasa sakit.. Namun aku kuat, karna ada yang menggenggam tanganku seerat eratnya, seerat yang dia bisa, tak pernah membiarkanku jatuh apalagi menangis. Aku tegar karna ada yang bersamaku. Ada yang menggenggam erat tanganku.Menggenggam erat tanganku. Erat tanganku......

Aku dan sesosok berjalan.. Meninggalkan tapak kecil, tapak tawa, tapak sayang. Bersenandung setiap waktu, tak ada sakit yang melulu. Rasa sakit yang terlanjur terbasuh waktu, terbasuh senyum :)

Sampai akhirnya, satu, bukanlah suatu ilusi atau obsesi.. Bukanlah suatu mimpi apalagi nyeri.. Ada yang memandang biru bersamaan, terlarut dalam putaran riang. Ada dua bayangan yang tegak memandang bulan.

Bukan dalam detik atau jam. minggu? bulan? 
Aku tak menghitungnya... Yang ku rasa bukan kilat.

Berjalan bersama, menaiki karang, menuruni ladang. Segala kisah yang ku kira tak kan ada akhirnya. Ya, ku kira.
Sampai akhirnya ada yang sampai di kegelapan. Jauh lebih gelap dari yang pernah ku rasakan. Lengking tangis yang bahkan memecah sanubari, memar nurani. Berada di persimpangan jalan, yang bahkan tak menguntungkan.

Ada yang mulai menangis, ada yang mulai pergi. Satu diam, satu berlari.
Genggaman itu renggang, perlahan melepas, dan bebas..... Sebebas jatuhnya air mata dari langit ke tanah. Tinggallah dua kelingking yang masih bersentuhan diujung, mengingat janji yang perlahan membayung, terselubung, relung.. 

Aku terseok mengikuti ego sang keadaan. Sampai akhirnya aku benar benar terjatuh, tanpa ada yang menahan. Tak ada yang menggenggam..

Walaupun kini, ataupun suatu hari nanti, rasanya akan tetap sama.. Tetap lebih hebat dari putaran masa lalu. Lebih sakit dibanding sembilu.

Cepat atau lambat, ku kan melihat punggungnya menjauh, sampai akhirnya hilang dari pandangan, dari ingatan. 
Oh, tidak!.
Dia bahkan akan tetap tumbuh dalam ingatan, dalam fikiran, bahkan tangisan. Dia tak akan terlupakan.

Ijinkan aku menangisi malam yang takan pernah bisa ku genggam, ijinkan aku menangisi sesosok yang terlalu berharga, ijinkan aku melepas emas.
Ku yakin Tuhan kan selalu bersama sesosok itu, sosok kagumku. Cinta remajaku. Sesosok yang bahkan terlalu sayang untuk terkenang.. 

Tuhan bersamamu sayang, dalam doaku. Dalam bahagiamu yang memang bukan bersamaku. Aku hanyalah rasa siksamu, penderitaanmu.. Kau yang terbaik dan akan dapat yang terbaik, suatu saat nanti, saat cerah hari. Yang terbaik haruslah mendapatkan yang terbaik jua bukan?



Perempuan itu mencoba menyesap tangisnya. Melambaikan tangan lemasnya. Untuk seseorang yang akan dia kenang, yang perlahan akan meremang. Rasa sayangnya yang sudah memupuk terlalu dalam. Bahkan luapan doanya. 
Maafkan perempuan itu.. Ia hanyalah manusia biasa yang sakit dengan kilat. Dia masih belajar. Pasrah dan ikhlas yang mungkin nanti akan membuatnya tegar sendiri, walaupun tak kan ada lagi yang disisi. 
Separuh nafas yang hampir hilang darinya, terbawa deru, tersapu peluh.. Melambung jauh bersama doa untuk sesosok yang sangat disayanginya. Mengutuk keras keadaan dengan tangisnya. 

Menunduk. Sampai akhirnya hujan itu kembali datang.


Selamat tinggal sayang, cari hidup baikmu, yang bahagia untukmu. Doaku bersama langkahmu. Ingatlah aku dalam setitik di hatimu. Jangan pernah lupakan Kita yang pernah tercipta dalam nyata.
Selamat tinggal nafasku. Selamat tinggal senyumku.
Maafkan aku yang masih mengharapkan tawamu yang dulu hanya untukku. Maafkan aku yang masih mengenangmu. 

Aku masih menyayangimu.

Sampai deru debu menghambur seluruh nafasku. Sampai mentari meneteskan embun.

Sampai kapan pun.

LDS~ 
September, 2014
No more tears, yup someday.